Dalam KUHP, tentang asas “nullum delictum sine praevia lege poenali”,yang artinya bahwa peristiwa pidana tidak akan ada jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih dahulu. Menurut Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa “Usaha pergaulan kejahatan dengan hukum pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana)”.[1]
Tujuan pidana yang ideal adalah adalah selain pembalasan kepada sipelaku kejahatan, juga terdapat tujuan baik untuk memperbaiki sipelaku maupun upaya pencegahan kepada masyarakat. Menurut Muladi, tujuan pemidanaan itu harus bersifat integratif dan perangkat tujuan pemidanaan yang bersifat integratif itu adalah:
a. Perlindungan masyarakat;
b. Memelihara solidaritas;
c. Pencegahan (umum dan khusus);
d. Pengimbalan/pengimbangan.[2]
Tujuan penjatuhan hukuman dalam hukum pidana adalah untuk melindungi dan memelihara ketertiban umum guna mempertahankan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai suatu kesatuan (for the Public as a whole).[3] Hukuman pidana tidak hanya penderitaan korban atau penderitaan terpidana (not only for the person injured), tetapi melihat ketenteraman masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Secara umum fungsi hukum dalam masyarakat dapat dibagi :
- Fungsi menfalitasi, dalam hal ini termasuk menfalitasi sehingga tercapai suatu ketertiban.
- Fungsi represif, dalam hal ini penggunaan hukum sebagai alat bagi elite berkuasa untuk mencapai tujuannya.
- Fungsi Ideologis, dalam hal ini hukum menjamin pencapaian legitimasi, hegemoni, dominasi, kebebasan, kemerdekaan dan keadilan.
- Fungsi reflektif, dalam hal ini hukum merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat sehingga mestinya hukum bersifat netral.[4]
Menurut Soejono Soekanto, faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum adalah faktor-faktor hukumnya sendiri, faktor sarana dan fasilitas, faktor budaya hukum dan faktor tingkat kesadaran masyarakat.
Dari faktor tersebut diatas terlihat bahwa faktor hukum dan faktor penegakan hukum merupakan dua diantara lima faktor yang sangat menentukan efektifitas suatu hukum, karena itu membuat suatu aturan hukum sama pentingnya dan mungkin sama susahnya. Hukum tertulis dibuat untuk diterapkan dalam masyarakat, karena itu adalah menjadi suatu cita hukum agar hukum yang tertulis tersebut dapat semaksimal mungkin diwujudkan dalam kenyataan, yakni agar hukum tertulis tersebut sedapat mungkin disesuaikan dalam kenyataan.
[1] Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebikan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 29.
[2] Mohd. Din, “Restoratif Jastice Dalam Wawasan Pemidanaan Menurut Adat ” Jurnal dan Hukum, Kanun Vol - No. 50 Edisi April 2010, hlm. 71
[3] Leden Marpaung, Op. Cit, hlm. 4.
[4] Munir Faudy. Sosiologi Hukum. PT. Citra Bakti Bandung 2007. hlm. 43
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon